LEBIH BAIK MENJUAL KEMALUAN
DARI PADA
MELACURKAN INTLEKTUALITAS
Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual, seperti seks oral atau hubungan seks, untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK).
Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat.
Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun toh dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan baik-baik.
Salah seorang yang mengemukakan pandangan seperti itu adalah Augustinus dari Hippo (354-430), seorang bapak gereja. Ia mengatakan bahwa pelacuran itu ibarat "selokan yang menyalurkan air yang busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya."
Pandangan yang negatif terhadap pelacur seringkali didasarkan pada standar ganda, karena umumnya para pelanggannya tidak dikenai stigma demikian.
Dunia pendidikan adalah suatu wadah untuk mendidik manusia untuk menjadi manusia yang berkarakter dan tempat belajar bagaimana manusia di tata dan di bentuk dengan aturan yang ada untuk bisa menjadi pemimpin. Bahwa sesungguhnya kita semua mengetahui kita ada di dunia ini adalah sebagai pemimpin untuk menjaga dan mengelola alam ini.
Esesensi dunia pendidikan mengalami interprestasi yang berbeda pada hari ini, Dunia pendidikan malah dijadikan jenjang-jenjang utama dalam merebut peluang pasar lapangan kerja saja tanpa mempertimbangkan aspek lain sehingga karakter leadership yang seharusnya ada pada masing-masing serjana yang telah memasang toga tentu di pertanyakan.
Fatamorgana pendidikan yang palsu seolah-olah membutakan kita, Pendidikan yang memiliki suntikan APBN yang paling besar malah menimbulkan pertanyaan. Kemanakah dana besar tersebut di alokasikan ?, Apakah Dana Pendidikan yang besar tersebut hanya di gunakan untuk perbaikan sistem ekonomi saja atau adakah yang di sisakan untuk perndidikan karakter kepemimpinan. Masalah ini bukan lagi masalah para bapak-bapak di warung kopi yang prihatin melihat anak-anaknya telah menghilangkan nilai-nilai para leluhur yang positif dalam dunia kepemimpinan. Jarang para generasi muda yang paham dengan kondisi masyarakat.Semua itu di sebabkan generasi muda tidak memiliki lagi nilai-nilai kepemimpinan. Dunia kampus sudah kelihatannya telah lelah mengajarkan kepada para mahasiswa tentang nilai itu. Mahasiswa yang siap di lempar kepasar berkompetisi dengan persaingan ekonomi yang bebas al hasil orang –orang yang individual pasti akan bergentayangan siap untuk menakuti masyarakat dengan uang yang mereka punya. Lambat laun masyarakat yang lugu akan tetap menurut saja apa yang di katakan para pemimpin yang tidak didik dengan Psikologi Sosial di kampusnya siap memangsa harta para leluhur masyarakat tanpa sisa.
Mahasiswa hari ini akan di sibukkan dengan hal-hal yang membuat ia akan teus sendirian tanpa memikirkan teman sekamarnya lagi yang telah mati kelaparan. Cerminan ini tentu sangat membuat kita risih sebagai warga negara yang menjunjung Pancasila. Pengaruh hedonisme dunia barat terus menjadi bangkai yang enak di pelihara di negeri tercinta ini. Mahasiswa telah lari dari perhatian-perhatian sosial yang harus ia bereskan malah ia tetap tonton berselingkuh dengan para syetan di depan mata kepalanya sendiri.
Budaya barat memang telah enak di konsumsi oleh masyrakat negeri ini. Sikap memilah dan memilih tidak bisa di realisasikan lagi, Budaya ketimuran terasa di hantam tsunami globalisasi tanpa menyisakan bahwa kita adalah orang timur yang terkenal dengan etika sopan santunnya. Jepang sebagai negara yang semakin maju setelah Restorasi Meiji tetap bisa mempertahankan budaya ketimuran, Sikap mem-filter setiap kebudayaan yang masuk kenegara tersebut dan peran serta pemerintah yang sangat baik dalam membuat regulasi ini. Pendidikan berbudaya yang di kembangkan pada generasi muda negara tersebut sangat baik maka negara tersebut tetap siap mental bagaimanapun kuatnya globalisasi budaya barat memberikan hujan badai pengaruh ke negara tersebut.
Pramoedya Ananta Toer. Bahwa seperti halnya pelacur—beliau mengatakan “….. melakukan pekerjaan untuk melayani pesanan-pesanan, hanya untuk menyambung hidup—bukan mengisi hidup….”. era orang-orang baleo, VOC, dan opsir-opsirnya begitulah saat itu sekitar abad mendekati yang ke 20—teringat kata Bertnand Russel seorarang filsuf besar awal abad 20 yang intinya bahwa”….sesuatu yang tidak sesuai dengan kedamaian perasaan itu semua seperti candu….”. dalam sadar serta menyikapi pikiran dari 2 orang besar tersebut secara umum fakta yang akhir-akhir ini membumbung tinggi sebagai topik utama hari-hari Indonesia.—ya, tentang pelacuran intelektual, pelacuran yang dilakukan oleh banyak dan menjamur dikalangan kita—berimplementasi pada aksi korupsi, praktek konspirasi , manipulasi informasi dan kawan-kawanya. Tidak ada bedanya pelacuran dalam arti yang lama kita kenal dengan pelacuran istilah tersebut diatas.
Dalam beberapa perjalanan kekuasaan di Indonesia mulai zaman senopati—kerajaan, VOC—belanda, ada Nippon—Jepang, sampai kekuasaan paradigm ORLA, ORBA, Reformasi dan lain-lain, tingkah dan prilaku ini sepertinya berulang bagai reinkarnasi kejahatan, selalu menunggu korban untuk mempertahankan kekuasaan, selalu marajut akar-akar pembunuhan akan humanism, di akhiri dengan kalah dan menang. Apalagi istilah yang pantas untuk menggambarkan hal ini kecuali “kebodohan”, yang sudah menjalani hal-hal bodoh menularkan sehingga orang menjadi bodoh—seterusnya. Perubahan dalam hati, keadilan dalam berpikir sampai bertindak—lah yang diperlukan bangsa serta dunia ini, bertindak skeptis—tidak akan dapat menghancurkan sampai akar-akarnya—seperti rumput yang ditebang dalam kubangan air yang tergenang.
Pelacuran semacam ini sunguh seperti yang dikatakan oleh Russel sebagai Dosa Kosmik, dosa yang menjagat raya. Semoga yang dicatatkan sejarah selalu berulang untuk kebaikan, bukan meneruskan kebengisan.
Promoedya Ananta Toer“…hidup ini kalau kita melihat kedepan akan hanya terdapat jarak, setelah jarak akan terdapat ufuk, akan tetapi kita tak pernah bisa melewati jarak sehingga tak pernah menemui ufuk……apalagi untuk mengetahui masa depan masa lalupun kita belum mengetahui…”
Negara ini sudah terlalu kotor, Negara ini sudah terlalu bobrok, Elit politiknya sibuk dengan partai politiknya masing – masing, Para tokoh – tokok agamanya sibuk dengan pengikutnya masing – masing, Pemerintahannya sibuk melaksanakan Undang – undang titipan para Pemodal, dan Mahasiswanya, kalo ga sibuk dengan motifasinya yang hanya memperluas Khasana Intelektualnya, mereka hanya berkutat pada persoalan Food, Fashion, and Sex.! Dan akhirnya, “Kampuspun jadi kantong sampah para pelacur intelektual”. Negara ini sepertinya akan hilang dalam absensi Negara – Negara dibelahan Bumi ini.
Saat harga – harga semakin membumbung, saat para elit politiknya asik dengan kekuasaan dan urusan kantong perutnya masing – masing, dan saat mayoritas rakyat sedang tertatih – tatih untuk keluar dari jeratan lubang kemiskinan. Ternyata saat itu juga para kaum intelektualnya khususnya Mahasiswa/I yang pada dasarnya adalah harapan terakhir Rakyat, tak berbuat apa – apa. Terkekang dalam system yang kemudian tak bernyali untuk melawan, Paham tapi kemudian tak melakukan apa – apa. Tanggung jawab moral, hanya selesai diatas kertas, yang kemudian dijadikan kebanggaan ketika meraih Toga Penghargaan kesarjanaan.
Apa kau Rela bangsamu ini tetap jadi bangsa kuli.? “JIka kau menolak jadi ternak, Melangkahlah bersama mereka dijalan – jalan raya perlawanan, dipanggung – panggung diskusi dan Bedahlah persoalan – persoalan bangsamu diatas congkaknya Menara gadingmu.!!” Kau adalah amanat penderitaan rakyat, jutaan kepala merintih menanti aksimu kawan.!!!
0 comments:
Post a Comment